Kisah Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di (Seorang Ulama Salafy Guru Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)

|

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin Ulama Wahabi kontemporer yang sangat populer mempunyai seorang guru yang sangat Alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahabi (Salafy), yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di, yang dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di.Ia memiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang mengikuti manhaj pemikiran Wahhabi.
Meskipun Syaikh Ibnu Sa’di, termasuk ulama Wahabi yang ekstrim, ia juga seorang ulama yang mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.
Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda Abuya al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjid Al-Haram bersama halaqah pengajiannya. Sementara di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk.
Sementara orang-orang di Masjidil Haram larut dalam ibadah shalat dan tawaf yang mereka lakukan. Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram penuh dengan mendung yang menggelantung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan yang sangat lebat.
Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka’bah mengalirkan airnya dengan derasnya.
Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut, dan kemudian mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.
Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Badwi daerah Najd itu, menjadi terkejut dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah SWT.
Akhirnya para polisi pamong praja itu berkata kepada orang-orang Hijaz yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu,  “Jangan kalian lakukan wahai orang-orang musyrik.
Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik.”  Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu pun segera berhamburan menuju halaqah al-Imam al-Sayyid ‘Alwi al-Maliki al-Hasani dan menanyakan prihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu.
Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk melakukannya. Akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menuju saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi baduwi tersebut.
Bahkan mereka berkata kepada para polisi baduwi itu,  “Kami tidak akan memperhatikan teguran Anda, setelah Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.”
Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi badwi itu pun segera mendatangi halqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka.
Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Baduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil selendangnya dan bangkit menghampiri halqah Sayyid ‘Alwi dan duduk di sebelahnya.
Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Dengan penuh sopan dan tata krama layaknya seorang ulama.
Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi:  “Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?”  Sayyid ‘Alwi menjawab:  “Benar. Bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”
Syaikh Ibnu Sa’di berkata:  “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”  Sayyid ‘Alwi menjawab:  “Karena Allah SWT berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan:
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah.” (QS. 50:9)
Allah SWT juga berfirman mengenai Ka’bah:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبَارَكًا
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Bekkah (Makkah), yang diberkahi (oleh Allah).” (QS. 3:96).
Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.”  Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagum kepada Sayyid ‘Alwi.
Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi:  “Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”
Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan halqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkata kepada Syaikh Ibnu Sa’di:  “Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihat para polisi Baduwi itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu sebagai perbuatan syirik.Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan orang dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang yang seperti Anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah Anda menuju saluran air di Ka’bah itu, lalu ambillah air di situ di depan para polisi baduwi itu, sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain.”
Akhirnya mendengar saran Sayyid ‘Alwi tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkit menuju saluran air di Ka’bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya.
Melihat tingkah laku Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Baduwi itu pun pergi meninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.  Semoga Allah SWT merahmati Sayyidina al-Imam ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki al-Hasani.
Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau termasuk salah seorang saksi mata kejadian itu.

27. Abu Ayyub Al Anshary Radhiyallahu Anhu

|

"PEJUANG DI WAKTU SENANG ATAU PUN SUSAH"
 
Rasulullah memasuki kota Madinah, dan dengan demikian berarti beliau telah mengakhiri perjalanan hijrahnya dengan gemilang, dan memulai hari-harinya yang penuh berkah di kampung hijrah, untuk mendapatkan apa yang telah disediakan qadar nahi baginya, yakni sesuatu yang tidak disediakannya bagi manusia-manusia lainnya....
Dengan mengendauai untanya Rasulullah berjalan di tengah-tengah barisan manusia yang penuh sesak, dengan luapan semangat dari kalbu yang penuh cinta dan rindu ...,berdesak-desakan berebut memegang kekang untanya, karena masing-masingnya  menginginkan  untuk  menerima  Rasul sebagai tamunya.
Rombongan Nabi itu mula-mula sampai ke perkampungan Bani Salim bin Auf; mereka mencegat jalan unta sembari berkata:
"Wahai Rasul Allah tinggallah anda pada kami, bilangan kami banyak, persediaan cukup, serta keamanan terjamin ... !"
Tawaran mereka yang telah mencegat dan memegang tali kekang unta itu, dijawab oleh Rasulullah: "Biarkanlah, jangan halangi jalannya, karena ia hanyalah melaksanahan perintah ... !"
Kendaraan Nabi terus melewati perumahan Bani Bayadhah, lain ke kampung Bani Sa'idah, teuus ke kampung Bani Harits ibnul Khazraj, kemudian sampai di kampung Bani 'Adi bin Najjar .... Setiap suku atau kabilah itu mencoba mencegat jalan unta Nabi, dan tak henti-hentinya meminta dengan gigih agar Nabi shallallahu alaihi wasalam  sudi membahagiakan mereka dengan menetap di kampung mereka. Sedang Nabi menjawab tawaran mereka sambil tersenyum syukur di bibirnya ujarnya: "Lapangkan jalannya, harena ia terperintah ... !"
Nabi sebenamya telah menyerahkan memilih tempat tinggalnya kepada qadar Ilahi, karena dari tempat inilah kelak kemasyhuran dan kebesarannya .... Di atas tanahnya bakal muncul suatu masjid yang akan memancarkan kalimat-kalimat Allah dan nur-Nya ke seantero dunia .... Dan di sampingnya akan berdiri satu atau beberapa bilik dari tanah dan bata kasar ...,tidak terdapat di sana harta kemewahan dunia selain barang-barang bersahaja dan seadanya ... !
Tempat ini akan dihuni oleh seorang Mahaguru dan Rasul yang akan meniupkan ruh kebangkitan pada kehidupan yang sudah padam, dan yang akan memberikan kemuliaan dan keselamatan bagi mereka yang berkata: -
"Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap di atas pendirian ... bagi mereka yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan itu dengan keaniayaan ...,bagi mereka yang mengikhlaskan Agama mereka semata-mata untuk Allah ...dan bagi mereka yang berbuat kebaikan di muka bumi dan tidak berbuat binasa....
Benarlah .... Rasul telah menyerahkan sepenuhnya pemilihan ini kepada qadar Ilahi yang akan memimpin langkah perjuangannya kelak .... Oleh karena inilah ia membiarkan saja tali  kekang  untanya terlepas  bebas,  tidak  ditepuknya kuduk unta itu tidak pula dihentikan langkahnya ... hanya dihadapkan hatinya kepada Allah, serta diserahkan dirinya kepada-Nya dengan berdo'a: -
"Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku, pilihhanlah untukhu... !"
Di muka rumah Bani Malik bin Najjar unta itu bersimpuh kemudian ia bangkit dan berkeliling di tempat itu, lain pergi ke tempat ia bersimpuh tadi dan kembali bersimpuh lalu tetap dan tidak beranjak dari tempatnya. Maka turunlah Rasul dari atasnya dengan penuh harapan dan kegembiraan ....
Salah seorang Muslimin tampil dengan wajah berseri-seri karena sukacitanya ... ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya ke rumahnya kemudian mempersilakan Rasul masuk .... Rasul pun mengikutinya dengan diliputi oleh hikmat dan berkat.
Maka tahukah anda sekalian siapa orang yang berbahagia ini, yang telah dipilih taqdir bahwa unta Nabi akan berlutut di muka rumahnya, hingga Rasul menjadi tamunya, dan semua penduduk Madinah akan sama merasa iri atas nasib mujurnya
Nah, ia adalah pahlawan yang jadi pembicaraan kita sekarang ini ..., Abu Aiyub al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.
Pertemuan ini bukanlah pertemuan yang pertamanya dengan Rasulullah .... Sebelum ini, yakni sewaktu perutusan Madinah pergi ke Mekah untuk mengangkat sumpah setia atau bai'at, yaitu bai'at yang diberkati dan terkenal dengan nama "Bai'at Aqabah kedua", maka Abu Aiyub ai-Anshari termasuk di antara tujuh puluh orang Mu'min yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Dan sekarang ketika Rasululah sudah bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu sebagai pusat bagi Agama Allah, maka nasib  mujur yang sebesar-besamya telah  melimpah kepada Abu Aiyub, karena rumahnya telah dijadikan rumah pertama yang didiami muhajir agung, Rasul yang mulia.
Rasul telah memilih untuk menempati ruangan rumahnya tingkat pertama ....Tetapi begitu Abu Aiyub naik ke kamarnya di tingkat atas ia pun jadi menggigil, dan ia tak kuasa membayangkan dirinya akan tidur atau berdiri di suatu tempat yang lebih tinggi  dari tempat berdiri dan tidurnya Rasulullah itu.
Ia lalu mendesak Nabi dengan gigih dan mengharapkan beliau agar pindah ke tingkat atas, hingga Nabi pun memperkenankannya pengharapannya itu ....
Nabi akan berdiam di sana sampai selesai pembangunan masjid dan pembangunan biliknya di sampingnya .... Dan semenjak orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang tempat hijrahnya di Madinah, menghasut kabilah-kabilah lain serta mengerahkan tentaranya untuk memadamkan nur Ilahi    semenjak itulah Abu Aiyub mengalihkan aktifitasnya kepada berjihad pada jalan Allah. Maka dimulainya dengan perang Badar, lalu Uhud dan Khandaq, pendeknya di semua medan tempur dan medan laga, ia tampil sebagai pahlawan yang sedia mengurbankan nyawa dan harta bendanya untukAllah Rabul 'alamin .... Bahkan sesudah Rasul wafat pun, tak pernah ia ketinggalan menyertai pertempuran yang diwajibkan atas Muslimin sekalipun jauh jaraknya yang akan ditempuh dan berat beban yang akan dihadapi ... !
Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang ... dengan suara keras ataupun perlahan ... adalah firman Allah Ta'ala:
"Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun di waktu sempit ... !" (Q·S.At-Taubat: 41)
Satu kali saja ... ia absen tidak menyertai balatentara Islam, karena sebagai komandannya khalifah mengangkat salah seorang dari pemuda Muslimin, sedang Abu Aiyub tidak puas dengan kepemimpinannya. Hanya sekali saja, tidak lebih... ! Sekalipun demikian, bukan main menyesalnya atas sikapnya yang selalu menggoncangkan jiwanya itu, katanya: -
"Tak jadi soal lagi bagiku, siapa orang yang akan jadi atasanku ... !" Kemudian tak pernah lagi ia ketinggalan dalam peperangan. Keinginannya hanyalah untuk hidup sebagai prajurit dalam tentara Islam, berperang di bawah benderanya dan membela kehormatannya... !
Sewaktu terjadi pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah, ia berdiri di pihak Ali tanpa ragu-ragu, karena ialah Imam yang telah dibai'at oleh Kaum Muslimin .... Dan tatkala Ali syahid karena dibunuh, dan khilafat berpindah kepada Mu'awiyah,(Q.S.: At-Taubat: 41)
Abi Aiyub menyendiri dalam kezuhudan, bertawakkal lagi bertaqwa. Tak ada yang diharapkannya dari dunia hanyalah tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan para pejuang ....
Demikianlah, sewaktu  diketahuinya bala tentara Islam bergerak ke arah Konstantinopel, segeralah ia memegang kuda dengan membawa pedangnya, terus maju mencari syahid yang sudah lama didambakan dan dirindukannya ... !
Dalam pertempuran inilah ia ditimpa luka berat. Ketika komandannya pergi menjenguknya, nafasnya sedang berlomba dengan keinginannya hendak menemui Allah .... Maka bertanyalah panglima pasukan yang waktu itu Yazid bin Mu'awiyah:
"Apa keinginan anda, wahai Abu Aiyub?"
Aneh, adakah di antara kita yang dapat membayangkan atau mengkhayalkan apa keinginan Abu Aiyub itu...? Tidak sama sekali! Keinginannya sewaktu nyawa hendak berpindah dari tubuhnya ialah sesuatu yang sukar atau hampir tak kuasa manusia membayangkan atau mengkhayalkannya ... !
Sungguh, ia telah meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal, agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh-jauh jarak yang dapat ditempuh ke arab musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, hingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya dan diketahuinyalab bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan dan keuntungan yang mereka cari ... !
Apakah anda kira ini hanya lamunan belaka... ?Tidak;dan ini bukan khayalan, tetapi kejadian nyata, kebenaran yang akan disaksikan dunia di suatu hari kelak, di mana ia menajamkan pandangan dan memasang telinganya, hampir-hampir tak percaya terhadap apa yang didengar dan dilihatnya ... !
Dan sungguh, wasiat Abu Aiyub itu telah dilaksanakan oleh Yazid! Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang bernama Istanbul, di sanalah terdapat pandam pekuburan laki-laki besar, sungguh besar itu ... !
Hingga sebelum tempat itu dikuasai oleh orang-orang Islam, orang-orang  Romawi  penduduk  Konstantinopel  memandang Abu Aiyub di makamnya itu sebagai orang kudus suci ....Dan anda akan tercengang jika mendapati semua ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata: "Orang-orang Romawi sering mengunjungi dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan... "
Sekalipun perang dan pertempuran sarat memenuhi kehidupannya, hingga tak pernah membiarkan pedangnya terletak beristirahat, namun corak kehidupannya adalah tenang tenteram laksana desiran bayu di kala fajar datang menjelma ....
Sebabnya ia pernah mendengar ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  yang terpateri dalam hatinya:
"Bila engkau shalat, maka shalatlah seolah-olah yang terakhir atau hendak berpisah .... Jangan sehali-hali mengucaphan kata-kata yang menyebabhan engkau harus meminta ma'af ... ! Lenyapkan harapan terhadap apa yang berada di tangan orang lain... !"
Dan oleh karena itulah tak pernah lidahnya terlibat dalam suatu fitnah ... dan dirinya tidak terjerembab dalam kerakusan .... Ia telah menghabiskan hidupnya dalam kerinduan ahli ibadah dan ketahanan orang yang hendak berpisah. Maka sewaktu ajalnya datang tak ada keinginannya di sepanjang dan selebar dunia kecuali cita-cita yang melambangkan kepahlawanan dan kebesarannya selagi hidupnya: "Bawalah jasadku jauh-jauh ... jauh masuk ke tanah Romawi, kemudian kuburkan aku di sana ... !"
Ia yakin sepenuhnya akan kemenangan, dan dengan mata hatinya dilihatnya bahwa wilayah ini telah termasuk dalam taman impian Islam, dalam lingkungan cahaya dan sinarnya…...
Karena itulah ia menginginkannya sebagai tempat istirahatnya yang terakhir, yakni di ibukota negara itu, di mana akan terjadi pertempuran yang menentukan, dan dari bawah tanahnya yang subur, ia akan dapat mengikuti gerakan tentara Islam, mendengar kepakan benderanya, dan bunyi telapak kudanya serta gemerincing pedang-pedangnya Sekarang ini ia masih terkubur di sana .... Tetapi tidak lagi mendengar gemerincing pedang, atau ringkikan kuda! Keadaan telah berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat yang dituju, sejak waktu yang lama .... Tetapi setiap hari, dari pagi hingga petang didengarnya suara adzan yang berkumandang dari menara-menaranya yang menjulang di angkasa, bunyinya: -
"Allah Maha Besar....Allah Maha Besar.... "
Dan dengan rasa bangga, di dalam kampungnya yang kekal dan di mahligai kejayaannya ia menyahut: -
"Inilah apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya ....Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya…!"

26. Kisah Abu Musa Al Asy'ari Radhiyallahu Anhu

|

YANG PENTING KEIKHLASAN..., KEMUDIAN TERJADILAH APA YANG AKAN TERJADI... !
 
Tatkala Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab mengirimnya ke Bashrah untuk menjadi panglima dan gubernur, dikumpulkannyalah penduduk lain berpidato di hadapan mereka, katanya:
"Sesungguhnya Amirul Mu'minin Umar telah mengirimku kepad kamu sekalian, agar aku mengajarkan kepada kalian kitab Tuhan kalian dan Sunnah Nabi kafian, serta membersihkan jalan hidup kalian... !"
Orang-orang sama heran dan bertanya-tanya... ! Mereka mengerti apa yang dimaksud dengan mendidik dan mengajari mereka tentang Agama, yang memang menjadi kewajiban gubernur dan panglima. Tetapi bahwa tugas gubernur itu juga membersihkan jalan hidup mereka, hal ini memang amat mengherankan dan menjadi suatu tanda tanya ... !
Maka siapakah kiranya gubernur ini, yang mengenai dirinya Hasan Basri r.a. pernah berkata: -- 'Tak seorang pengendarapun yang datang ke Basrah yang  lebih berjasa kepada penduduknya selain dia ... !"
Ia adalah Abdullah bin Qeis dengan gelar Abu Musa al-Asy'ari.  Ia  meninggalkan  negeri dan kampung halamannya Yaman menuju Mekah·, segera setelah mendengar munculnya seorang Rasul di sana yang menyerukan tauhid, dan menyeru beribadah kepada Allah berdasarkan penalaran dan pengertian, serta menyuruh berakhlaq mulia.
Di Mekah dihabiskan waktunya untuk duduk di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  menerima petunjuk dan keimanan daripadanya. Lalu pulanglah ia ke negerinya membawa kalimat Allah, baru kembali lagi kepada Rasul shallallahu alaihi wasalam  tidak lama setelah selesainya pembebasan Khaibar....
Kebetulan kedatangannya ini bersamaan dengan tibanya Ja'far bin Abi Thalib bersama rombongannya dari Habsyi, hingga semua mereka mendapat bagian saham dari hasil pertempuran Khaibar.
Kali ini, Abu Musa tidaklah datang seorang diri, tetapi membawa lebih dari limapuluh orang laki-laki penduduk Yaman yang telah diajarinya tentang Agama Islam, serta dua orang saudara kandungnya yang bernama Abu Ruhum dan Abu Burdah.
Rombongan ini, bahkan seluruh kaum mereka dinamakan Rasulullah golongan Asy'ari, serta dilukiskannya bahwa mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya di antara sesamanya. Dan sering mereka diambilnya sebagai  tamsil perbandingan bagi para shahabatnya, sabda beliau: -- "Orang-orang Asy'ari ini  bila mereka kekurangan makanan dalam peperangan atau ditimpa paceklik, maka mereka kumpulkan semua makanan yang mereka miliki pada selembar kain, lalu mereka bagi rata ....
Maka mereka termasuk golonganku, dan aku termasuk golongan mereka... !"
Mulai saat itu, Abu Musa pun menempati kedudukannya yang tinggi dan tetap di kalangan Kaum Muslimin dan Mu'minin yang ditakdirkan beroleh nasib mujur menjadi shahabat Rasulullah dan muridnya, dan yang menjadi penyebar Islam ke seluruh dunia, pada setiap masa zaman.
Abu Musa merupakan gabungan yang istimewa dari sifat-sifat utama! Ia adalah prajurit yang gagah berani dan pejuang yang tangguh bila berada di medan perang... ! Tetapi ia juga seorang pahlawan perdamaian, peramah dan tenang, keramahan dan ketenangannya mencapai batas maksimal ... ! Seorang ahli hukum yang cerdas dan berfikiran sehat, yang mempu mengerahkan perhatian kepada kunei dan pokok persoalan, serta mencapai hasil gemilang dalam berfatwa dan mengambil keputusan, sampai ada yang mengatakan: "Qadli atau hakim ummat ini ada empat orang, yaitu Umar, Ali, Abu Musa dan Zaid bin Tsabit ....".
Di samping itu ia berkepribadian suci hingga orang yang menipunya di jalan Allah, pasti akan tertipu sendiri, tak ubahnya seperti senjata makan tuan ... ! Abu Musa sangat bertanggung jawab terhadap tugasnya dan besar perhatiannya terhadap sesama manusia. Dan andainya kita ingin memilih suatu semboyan dari kenyataan hidupnya, maka semboyan itu akan berbunyi: -- "Yang penting ialah ikhlas, kemudian biarlah terjadi apa yang akan terjadi... !"
Dalam arena perjuangan al-Sy'ari memikul tanggung jawab  dengan  penuh keberanian, hingga menyebabkan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  berkata mengenai dirinya: -- "Pemimpin dari orang-orang berkuda ialah Abu Musa  " Dan sebagai pejuang, Abu Musa melukiskan gambaran hidupnya sebagai berikut:     "Kami pernah pergi menghadapi suatu peperangan bersama Rasulullah, hingga sepatu kami pecah berlobang-lobang, tidak ketinggalan sepatuku, bahkan kuku jariku habis terkelupas, sampai-sampai kami terpaksa membalut telapak kaki kami dengan sobekan kain... !"
Keramahan, kedamaian dan ketenangannya, jangan harap menguntungkan pihak musuh dalam sesuatu peperangan Karena dalam suasana seperti ini, ia akan meninjau sesuatu dengan sejelas-jelasnya, dan akan menyelesaikannya dengan tekad yang tak kenal menyerah.
Pernah terjadi ketika Kaum Muslimin membebaskan negeri Persi, Al-Asy'ari dengan tentaranya menduduki kota Isfahan.
Penduduknya minta berdamai dengan perjanjian bahwa mereka akan membayar upeti. Tetapi dalam perjanjian itu mereka tidak jujur, tujuan mereka hanyalah untuk mengulur waktu untuk mempersiapkan diri dan akan memukul Kaum Muslimin secara curang… !
Hanya kearifan Abu Musa yang tak pernah lenyap di saat-saat yang diperlukan,  mencium kebusukan niat yang mereka sembunyikan .... Maka tatkala mereka bermaksud hendak melancarkan pukulan mereka itu, Abu Musa tidaklah terkejut, bahkan telah lebih dulu siap untuk melayani dan menghadapi mereka. Terjadiiah pertempuran, dan belum lagi sampai tengah hari, Abu Musa telah beroleh kemenangan yang gemilang.... !
Dalam medan tempur melawan imperium Persi, Abu Musa al-Asy'ari mempunyai saham dan jasa besar. Bahkan dalam pertempuran di Tustar, yang dijadikan oleh Hurmuzan sebagai benteng pertahanan terakhir dan tempat ia bersama tentaranya mengundurkan diri, Abu Musa menjadi pahlawan dan bintang lapangannya ... ! Pada saat itu Amirul Mu'minin Umar ibnul Khatthab mengirimkan sejumlah tentara yang tidak sedikit, yang dipimpin oleh 'Ammar bin Yasir, Barra' bin Malik, Anas bin Malik, Majzaah al-Bakri dan Salamah bin Raja'.
Dan kedua tentara itu pun, yakni tentara Islam di bawah pimpinan Abu Musa, dan tentara Persi di bawah pimpinan Hurmuzan, bertemulah dalam suatu pertempuran dahsyat.
Tentara Persi menarik diri ke dalam kota Tustar yang mereka perkuat menjadi benteng. Kota itu dikepung oleh Kaum Muslimin berhari-hari lamanya, hingga akhirnya Abu Musa mempergunakan akal muslihatnya ....
Dikirimnya beberapa orang menyamar sebagai pedagang Persi membawa dua ratus ekor kuda disertai beberapa prajurit perintis menyamar sebagai pengembala.
Pintu gerbang kota pun dibuka untuk mempersilakan para pedagang masuk. Secepat pintu benteng itu dibuka, prajurit-prajurit pun berloncatan menerkam para penjaga dan pertempuran kecil pun terjadi.
Abu Musa beserta pasukannya tidak membuang waktu lagi menyerbu  memasuki kota, pertempuran dahsyat terjadi, tapi tak berapa lama seluruh kota diduduki dan panglima beserta seluruh pasukannya menyerah kalah, Panglima musuh beserta para komandan pasukan oleh Abu Musa dikirim ke Madinah, menyerahkan nasib mereka pada Amirul Mu'minin.
Tetapi baru saja prajurit yang kaya dengan pengalaman dan dahsyat ini meninggalkan medan, ia pun telah beralih rupa menjadi seorang hamba yang rajin bertaubat, sering menangis dan amat jinak bagaikan burung merpati…Ia membaca al-Quran  dengan suara yang menggetarkan tail hati para pendengarnya, hingga mengenai ini Rasulullah pernah bersabda: -
'Sungguh, Abu Musa telah diberi Allah seruling dari seruling-seruling keluarga Daud…!"
Dan setiap Umar radhiallahu anhu melihatnya, dipanggiinya dan disuruhnya untuk membacakan Kitabullah: -
"Bangkitlah kerinduan kami kepada Tuhan kami, wahai Abu Musa... !"
Begitu pula dalam peperangan, ia tidak ikut serta, kecuali Sika melawan tentara musyrik, yakni tentara yang menentang Agama dan bermaksud hendak memadamkan nur atau cahaya Ilahi...Adapun peperangan antara sesama Muslim, maka ia menyingkirkan diri dan tak hendak terlibat di dalamnya.
Pendiriannya ini jelas terlihat dalam perselisihan antara Ali dan Mu'awiyah, dan pada peperangan yang apinya berkobar ketika itu antara sesama Muslim.
Dan mungkin pokok pembicaraan kita sekarang ini akan dapat mengungkapkan prinsip hidupnya yang paling terkenal yaitu pendiriannya dalam tahkim, pengadilan atau penyelesaian sengketa antara Ali dan Mu'awiyah.
Pendiriannya ini sering dikemukakan sebagai saksi dan bukti atas kebaikan hatinya Yang berlebihan, hingga menjadi makanan empuk bagi Orang yang menipudayakannya. Tetapi sebagaimana akan kita lihat kelak, pendirian ini walaupun mungkin agak tergesa-gesa dan terdapat padanya kecerobohan, hanyalah mengungkapkan kebesaran shahabat yang mulia ini, baik kebesaran jiwa dan kebesaran keimanannya kepada yang haq serta kepercayaannya terhadap sesama kawan ....
Pendapat Abu Musa mengenai soal tahkim ini dapat kita Simpulkan sebagai berikut: -- memperhatikan adanya peperangan sesama Kaum Muslimin, dan adanya gejala masing-masing mempertahankan pemimpin dan kepala pemerintahannya, suasana antara kedua belah pihak sudah melantur sedemikian jauh serta teramat gawat menyebabkan nasib seluruh ummat Islam telah berada di tepi jurang yang amat dalam, maka menurut Abu Musa, suasana ini baru diubah dan dirombak dari bermula secara keseluruhan... !
Sesungguhnya perang saudara yang terjadi ketika itu, hanya berkisar pada pribadi kepala negara atau khalifah yang diperebutkan oleh dua golongan Kaum Muslimin. Maka pemecahannya ialah hendaklah Imam Ali meletakkan jabatannya nntuk sementara waktu, begitu pula Mu'awiyah baru turun, kemudian urusan diserahkan lagi dari bermula kepada Kaum Muslimin yang dengan jalan musyawarat akan memilih khalifah yang mereka kehendaki.
Demikianlah analisa Abu Musa ini mengenai kasus tersebut, dan demikian pula cara pemecahannya ... ! Benar bahwa Ali radhiallahu anhu telah diangkat menjadi khalifah secara sah. Dan benar pula bahwa pembangkangan yang tidak beralasan, tidak dapat dibiarkan mencapai maksudnya untuk menggugurkan yang haq yang diakui syari'at ... ! Hanya menurut Abu Musa, pertikaian sekarang ini telah menjadi pertikaian antara penduduk Irak dan penduduk Syria, yang memerlukan pemikiran dan pemecahan dengan cara baru ,karena pengkhianatan Mu'awiyah sekarang ini telah  menjadi pembangkangan penduduk Syria, sehingga semua pertikaian itu tidaklah hanya pertikaian dalam pendapat dan pilihan saja.
Tetapi kesemuanya itu telah berlarut-larut menjadi perang saudara dahsyat yang telah meminta ribuan korban dari kedua belah pihak, dan masih mengancam Islam dan Kaum Muslimin dengan akibat yang lebih parah!
Maka melenyapkan sebab-sebab pertikaian dan peperangan serta menghindarkan benih-benih dan biang keladinya, bagi Abu Musa merupakan titik tolak untuk mencapai penyelesaian ... !
Pada mulanya, sesudah menerima rencana tahkim, Imam Ali bermaksud akan mengangkat Abdullah bin Abbas atau shahabat lainnya sebagai wakil dari pihaknya. Tetapi golongan besar yang berpengaruh dari shahabat dan tentaranya memaksanya untuk memilih Abu Musa al-Asy'ari.
Alasan mereka karena Abu Musa tidak sedikit pun ikut campur dalam pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah sejak semula. Bahkan setelah ia putus asa membawa kedua belah pihak kepada saling pengertian, kepada perdamaian dan menghentikan peperangan, ia menjauhkan diri dari pihak-pihak yang bersengketa itu. Maka ditinjau dari segi ini, ia adalah orang yang paling tepat untuk melaksanakan tahkim.
Mengenai keimanan Abu Musa, begitupun tentang kejujuran dan ketulusannya, tak sedikit pun diragukan oleh Imam Ali.
Hanya ia tahu betul maksud-maksud tertentu pihak lain dan pengandalan mereka kepada anggar lidah dan tipu muslihat.
Sedang Abu Musa, walaupun ia seorang yang ahli dan berilmu, tidak menyukai siasat anggar lidah dan tipu muslihat ini, serta ia ingin memperlakukan orang dengan kejujurannya dan bukan dengan kepintarannya. Karena itu Imam Ali khawatir Abu Musa akan tertipu oleh orang-orang itu, dan tahkim hanya akan beralih rupa menjadi anggar lidah dari sebelah pihak yang akan tambah merusak keadaan ... !
Dan tahkim antara kedua belah pihak itu pun mulailah .... Abu Musa bertindak sebagai wakil dari pihak Imam Ali sedang Amr bin 'Ash sebagai wakil dari pihak Mu'awiyah. Dan sesungguhnya  'Amr bin 'Ash mengandalkan ketajaman otak dan kelihaiannya yang luar biasa untuk memenangkan pihak Mu'awiyah.
Pertemuan antara kedua orang wakil itu, yakni Asy'ari dan 'Amr, didahului dengan diajukannya suatu usul yang dilontarkan oleh Abu Musa, yang maksudnya agar kedua hakim menyetujui dicalonkannya, bahkan dimaklumkannya Abdullah bin Umar sebagai khalifah Kaum Muslimin, karena tidak seorang pun di antara umumnya Kaum Muslimin yang tidak mencintai, menghormati dan memuliakannya.
Mendengar arah pembicaraan Abu Musa ini,'Amr bin 'Ash pun meiihat suatu kesempatan emas yang tak akan dibiarkannya berlalu begitu saja. Dan maksud usul dari Abu Musa ialah bahwa ia sudah tidak terikat lagi dengan pihak yang diwakilinya, yakni Imam Ali. Artinya pula bahwa ia bersedia menyerahkan khalifah kepada pihak lain dari kalangan shahabat-shahabat Rasul, dengan alasan bahwa ia telah mengusulkan  Abdullah bin Umar ....
Demikianlah dengan kelicinannya, 'Amr menemukan pintu yang lebar untuk mencapai tujuannya, hingga ia tetap mengusulkan Mu'awiyah. Kemudian diusulkannya pula puteranya sendiri Abdullah bin 'Amr yang memang mempunyai kedudukan tinggi di kalangan para shahabat Rasulullah saw.
Kecerdikan 'Amr ini, terbaca oleh keahlian Abu Musa. Karena demi dilihatnya'Amr mengambil prinsip pencalonan itu sebagai dasar bagi perundingan dan tahkim, ia pun memutar kendali ke arab yang lebih aman. Secara tak terduga dinyatakannya kepada 'Amr bahwa pemilihan khalifah itu adalah haq seluruh Kaum Muslimin, sedang Allah telah menetapkan bahwa segala  urusan  mereka hendaklah  diperundingkan  di antara mereka. Maka hendaklah soal pemilihan itu diserahkan hanya kepada mereka bersama.
Dan akan kita lihat nanti bagaimana 'Amr menggunakan prinsip yang mulia ini untuk keuntungan pihak Mu'awiyah
Tetapi sebelum itu marilah kita dengar soal jawab yang bersejarah itu yang berlangsung antara Abu Musa dan 'Amr bin 'Ash di awal pertemuan mereka, yang kita nukil dari buku "Al-Akhbaruth Thiwal" buah tangan Abu Hanifah ad Dainawari sebagai berikut: -- Abu Musa :
+ Hai  'Amr! Apakah anda menginginkan kemaslahatan ummat dan ridla Allah ...? Ujar 'Amr: -
-- Apakah itu  ?

+ Kita angkat Abdullah bin Umar. Ia tidak ikut campur sedikit pun dalam peperangan ini.
-- Dan anda, bagaimana pandangan anda terhadap Mu'awiyah...?

+ Tak ada tempat Mu'awiyah di sini ..., dan tak ada haknya
--Apakah anda tidak mengakui bahwa Utsman dibunuh secara aniaya...?

+ Benar!
--Maka Mu'awiyah adalah wail dan penuntut darahnya, sedang kedudukan atau asal-usulnya di kalangan bangsa Quraisy sebagai telah anda ketahui pula. Jika ada yang mengatakan nanti kenapa ia diangkat untuk jabatan itu, padahal tak ada sangkut pautnya dulu, maka anda dapat memberikan alasan bahwa ia adalah wail darah Utsman, sedang Allah Ta'ala berfirman: "Barang siapa yang dibunuh secara aniaya, make Kami berikan kekuasaan kepada walinya     I" Di samping itu ia adalah saudara Ummu Habibah, istri Nabi shallallahu alaihi wasalam  juga salah seorang dari shahabatnya.

+ Takutilah Allah hai 'Amr! Mengenai kemuliaan Mu'awiyah yang kamu katakan itu, seandainya khilafat dapat diperoleh dengan kemuliaan, maka orang yang paling berhaq terhadapnya ialah Abrahah bin Shabah, karena ia adalah keturunan raja-raja Yaman Attababiah yang menguasai bagian timur dan barat bumi. Kemudian, apa artinya kemuliaan Mu'awiyah dibanding dengan Ali bin Abi Thalib ...? Adapun katamu bahwa Mu'awiyah wail Utsman, maka lebih utamalah daripadanya putera Utsman sendiri 'Amr bin Utsman... ! Tetapi seandainya kamu bersedia mengikuti anjuranku, kita hidupkan kembali Sunnah dan kenangan Umar bin Khatthab dengan mengangkat puteranya Abdullah si Kyahi itu...!
--Kalau begitu apa halangannya bila anda mengangkat puteraku Abdullah yang memiliki keutamaan dan keshalehan, begitupun lebih dulu hijrah dan bergaul dengan Nabi?

+ Puteramu memang seorang yang benar! Tetapi kamu telah menyeretnya ke lumpur peperangan ini! Maka baiklah kita serahkan saja kepada orang baik, putra dari orang baik ,yaitu Abdullah bin Umar ... !
-- Wahai Abu Musa! Urusan ini tidak cocok baginya, karena pekerjaan ini hanya layak bagi laki-laki yang memiliki dua pasang geraham, yang satu untuk makan, sedang lainnya untuk memberi makan ... !

+ Keterlaluan engkau wahai 'Amr! Kaum Muslimin telah menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada kita, setelah mereka berpanahan dan bertetakan pedang. Maka janganlah kita jerumuskan mereka itu kepada fitnah ...!
-- Jadi bagaimana pendapat anda ... ?

+ Pendapatku, kita tanggalkan jabatan khalifah itu dari kedua mereka -- Ali dan Mu'awiyah -- dan kita serahkan kepada permusyawaratan Kaum NIuslimin yang akan memilih siapa yang mereka sukai.
-- Ya, saya setuju dengan pendapat ini, karena di sanalah terletak keselamatan jiwa manusia .. !
Percakapan ini merubah sama sekali akan bentuk gambaranyang biasa kita bayangkan mengenai Abu Musa al-Asy'ari, setiap kita teringat akan peristiwa tahkim ini. Ternyata bahwa Abu Musa jauh sekali akan dapat dikatakan lengah atau lalai. Bahkan dalam soal jawab ini kepintarannya lebih menonjol dari kecerdikan 'Amr bin 'Ash yang terkenal licin dan lihai itu Maka tatkala 'Amr hendak memaksa Abu Musa untuk menerima Mu'awiyah sebagai khalifah dengan alasan kebangsawanannya dalam suku Quraisy dan kedudukannya sebagai wall dari  Utsman, datanglah jawaban dari Abu Musa, suatu jawaban gemilang dan tajam laksana mata pedang: -- Seandainya khilafat itu berdasarkan kebangsawanan, maka Abrahah bin Shabbah seorang keturunan raja-raja, lebih utama dari Mu'awiyah….!
Dan jika berdasarkan sebagai wali dari darah Utsman dan pembela haknya, maka putera Utsman radhiallahu anhu . sendiri lebih utama menjadi wali dari Mu'awiyah …!
Setelah perundingan ini, kasus tahkim berlangsung menempuh jalan sepenuhnya menjadi tanggung jawab 'Amr bin 'Ash seorang diri .... Abu Musa telah melaksanakan tugasnya dengan mengembalikan urusan kepada ummat, yang akan memutuskan dan memilih khalifah mereka. Dan 'Amr telah menyetujui dan mengakui tarikatnya dengan pendapat ini ....
Bagi Abu Musa tidak terpikir bahwa dalam suasana genting yang mengancam Islam dan Kaum Muslimin dengan mala petaka besar ini, 'Amr masih akan bsrsiasat anggar lidah, bagaimana juga fanatiknya kepada Mu'awiyah ... ! Ibnu Abbas telah memperingatkannya ketika ia kembalikepada mereka menyampaikan apa yang telah disetujui, jangan-jangan 'Amr akan bersilat lidah, katanya: -
"Demi Allah, saya khawatir 'Amr akan menipu anda! Jika telah tercapai persetujuan mengenai sesuatu antara anda berdua, maka silakanlah dulu ia berbicara, kemudian baru anda di belakangnya…. !"
Tetapi sebagai dikatakan tadi, melihat suasana demikian gawat dan penting, Abu Musa tak menduga 'Amr akan main-main, hingga ia merasa yakin bahwa 'Amr akan memenuhi apa yang telah mereka setujui bersama.
Keesokan harinya, kedua mereka pun bertemu mukalah ..., Abu Musa mewakili pihak Imam Ali dan 'Amr bin 'Ash mewakili pihak Mu'awiyah.
Abu Musa mempersilakan 'Amr untuk bicara, ia menolak, katanya: -
"Tak mungkin aku akan berbicara lebih dulu dari anda... ! Anda lebih utama daripadaku, lebih dulu hijrah dan lebih tua    '"
Maka tampillah Abu Musa, lalu menghadap ke arah khalayak dari kedua belah pihak yang sedang duduk menunggu dengan berdebar, seraya katanya: -
"Wahai saudara sekalian! Kami telah meninjau sedalam-dalamnya mengenai hal ini yang akan dapat mengikat tail kasih sayang dan memperbaiki keadaan ummat ini, kami tidak melihat jalan yang lebih tepat daripada menanggalkan jabatan kedua tokoh ini, Ali dan Mu'awiyah, dan menyerahkannya kepada permusyawaratan ummat yang akan memilih siapa yang mereka kehendaki menjadi khalifah.... Dan sekarang, sesungguhnya saya telah menanggalkan Ali dan Mu'awiyah dari jabatan mereka .... Maka hadapilah urusan kalian ini dan angkatlah orang yang kalian sukai untuk menjadi khalifah kalian ... !'
Sekarang tiba giliran 'Amr untuk memaklumkan penurunan Mu'awiyah sebagaimana telah dilakukan Abu Musa terhadap Ail, untuk melaksanakan persetujuan yang telah dilakukannya kemarin.'Amr menaiki mimbar, lain katanya: "Wahai saudara sekalian! Abu Musa telah mengatakan apa yang telah sama kalian dengar, dan ia telah menanggalkan shahabatnya dari jabatannya       Ketahuilah, bahwa saya juga telah menanggaIkan shahabatnya itu dari jabatannya sebagaimana dilakukannya, dan saya mengukuhkan shahabatku Mu'awiyah, karena ia adalah wali dari Amirul Mu'minin Utsman dan penuntut darahnya serta manusia yang lebih berhak dengan jabatannya ini ... !"
Abu Musa tak tahan menghadapi kejadian yang tidak disangka-sangka itu. Ia mengeluarkan kata-kata sengit dan keras sebagai tamparan kepada 'Amr. Kemudian ia kembali kepada sikap mengasingkan diri... , diayunnya langkah menuju Mekah . . , di dekat Baitul Haram, menghabiskan usia dan hari-harinya di sana.
Abu Musa radhiallahu anhu . adalah orang kepercayaan dan kesayangan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam juga menjadi kepercayaan dan kesayangan para khalifah dan shahabat-shahabatnya . · · ·
Sewaktu Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  masih hidup, ia diangkatnya bersama Mu'adz bin Jabal sebagai penguasa di Yaman. Dan setelah Rasul wafat, ia kembali ke Madinah untuk memikul tanggung jawabnya dalam jihad besar yang sedang diterjuni oleh tentara Islam terhadap Persi dan Romawi.
Di masa Umar, Amirul Mu'minin mengangkatnya sebagai gubernur di Bashrah, sedang khalifah Utsman mengangkatnya menjadi gubernur di Kufah.
Abu Musa termasuk ahli al-Quran menghafalnya, mendalami dan mengamalkannya. Di antara ucapan-ucapannya yang memberikan bimbingan mengenai al-Quran itu ialah:
"Ikutilah  al-Quran ... dan jangan kalian berharap akan diikuti oleh al-Quran...!"
Ia juga termasuk ahli ibadah yang tabah. Waktu-waktu siang di musim panas, yang panasnya menyesak nafas, amat dirindukan kedatangannya oleh Abu Musa, dengan tujuan akan shaum padanya, katanya: -
"Semoga rasa haus di panas terik ini akan menjadi pelepas dahaga bagi kita di hari qiamat nanti ... !"
Dan pada suatu hari yang lembut, ajal pun datang menyambut .... Wajah menyinarkan cahaya cemerlang, wajah seorang yang mengharapkan rahmat serta pahala Allah ar-Rahman.
Kalimat yang selalu diulang-ulang, dan menjadi buah bibimya, sepanjang hayatnya yang diliputi keimanan itu, diulang dan menjadi buah bibirnya pula di saat ia hendak pergi berlalu ....
Kalimat-kalimat itu ialah: -
"Ya Allah, Engkaulah Maha Penyelamat, dan dari-Mu-lah kumohon Keselamatan':

 



25. Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu

|

OTAKNYA MENJADI GUDANG PERBENDAHARAAN  PADA MASA WAHYU
Memang benar, bahwa kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang merugikan dirinya sendiri. Dan orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa, banyak yang harus membayar mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran dan penghargaan…
Shahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari mereka…….Sungguh dia mempunyai bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan …..Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa yang didengarnya, sedang ingatannya mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan menyimpan…. Didengarya, ditampungnya lalu terpatri  dalam  ingatannya  hingga dihafalkannya,  hampir tak pemah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang telah didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa pun telah berganti-ganti. Oleh karena itulah, ia telah mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah sehingga termasuk yang terbanyak menerima dan menghafal Hadits, serta eriwayatkannya.
Sewaktu datang masa pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja membikin hadits-hadits bohong dan palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah saw. mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan ketenararnya dalam meriwayatkan Hadits dari Nabi saw., hingga sering mereka mengeluarkan sebuah "hadits", dengan menggunakan kata-kata: -- "Berkata Abu Hurairah... "
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan ketenaran Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadits dari Nabi saw.  menjadi lamunan keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di habiskan oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadits yang telah membaktikan hidup mereka untuk berhidmat kepada Hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan ke dalamnya:')
Di sana Abu Hurairah berhasil lolos dari jaringan kepalsuan dan penambahan-penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke dalam Islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya……
******
Setiap anda mendengar muballigh atau penceramah atau khatib Jum'at mengatakan kalimat yang mengesankan dari Abu Hurairah r.a berkata ia, telah bersabda Rasulullah saw …..." Saya katakan ketika andamendengar nama ini dalam rangkaian kata tersebut, dan ketika anda banyak menjumpainya, yah banyak sekali dalam kitab-kitab Hadits, sirah, fiqih serta kitab-kitab Agama pada umumnya, maka diketahuilah bahwa anda sedang menemui suatu pribadi, antara sekian banyak pribadi yang paling gemar bergaul dengan Rasulullah dan mendengarkan sabdanya…..Karena itulah perbendaharaannya yang menakjubkan dalam hal Hadits dan pengarahan-pengarahan penuh hikmat yang dihafalkannya dari Nabi·saw. jarang diperoleh bandingannya ... Dan dengan bakat pemberian Tuhan yang dipunyainya beserta perbendaharaan Hadits tersebut, Abu Hurairah merupakan salah seorang  paling mampu membawa anda ke hari-hari  kehidupan Rasulullah saw beserta para sahabatnya dan membawa anda berkeliling, asal anda beriman teguh dan berjiwa siaga, mengitari pelosok dan berbagai ufuk yang membuktikan kehebatan Muhammad saw. beserta shahabat-shahabatnya itu dan memberikan makna kepada kehidupan ini dan memimpinnya ke arah kesadaran dan pikiran sehat. Dan bila garis-garis yang anda hadapi ini telah menggerakkan kerinduan anda untuk mengetahui lebih dalam tentang Abu Hurairah dan mendengarkan beritanya, maka silakan anda memenuhi keinginan anda tersebut……
Ia adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan mengagumkan yang diciptakannya. Dari orang upahan menjadi induk semang atau majikan…..
Dari seorang yang terlunta-lunta di tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan …. ! Dan dari seorang yang sujud di hadapan batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa …. Inilah dia sekarang bercerita dan berkata: -
"Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin .... Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku · · ! Akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian .... Sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan ummat…..!"
***** *
Ia datang kepada Nabi saw di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di Khaibar ia memeluk Islam karena dorongan kecintaan dan kerinduan …. Dan semenjak ia bertemu dengan Nabi Saw; dan berbai'at kepadanya, hampir-hampir ia tidak berpisah lagi daripadanya kecuali pada saat-saat waktu tidur .... Begitulah berjalan selama masa empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah saw. yakni sejak ia masuk islam sampai wafatnya Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: "Waktu yang empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran... !'          
*****
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti kepada Agama Allah.
Pahlawan perang dikalangan shahabat, banyak....
Ahli fiqih, juru da'wah dan para guru juga tidak sedikit ....
Tetapi lingkungan dan masyarakat memerlukan tulisan dan penulis. Di masa itu golongan manusia pada umumnya,jadi bukan hanya terbatas pada bangsa Arab saja, tidak mementingkan tulis menulis. Dan tulis menulis itu belum Lagi merupakan bukti kemajuan di masyarakat manapun.
Bahkan Eropah sendiri juga demikian keadaannya sejak kurun waktu yang belum lama ini. Kebanyakan dari raja-rajnya, tidak terkecuali Charlemagne sebagai tokoh utamanya, adalah orang-orang yang buta huruf, tak tahu tulis baca, padahal menurut ukuran masa itu, mereka memiIiki kecerdasan dan kemampuan besar....
*****
Kembali kita pada pembicaraan bermula untuk melihat Abu Hurairah, baganana ia dengan fitrahnya dapat menyelami kebutuhan masyarakat baru yang dibangun oleh Islam, yaitu kebutuhan akan orang-orang yang dapat melihat dan memelihara peninggalan dan ajaran-ajarannya. Pada waktu itu memang para shahabat yang mampu menulis, tetapi jumlah mereka sedikit sekali, apalagi sebagiannya tak mempunyai kesempatan untuk mencatat Hadits-hadits yang diucapkan oleh Rasul.
Sebenamya Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, ia hanya seorang ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempata atau mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya perniagaan yang akan diurus....
Ia pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk Islam belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus menerus dan secara tetap menyertai majlisnya .. Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi dengan do'a Rasul ""·, agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Ia menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan karunia Ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian ....
****
Abu Hurairah bukan tegolong dalam barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita utarakan, ia adalahseorang yang terampil menghafal lagi kuat ingatan .... Karena ia tak punya tanah yang akan ditanami atau perniagaan yang akan menyibukkannya, ia tidak berpisah hengan Rasul, baik dalam perjalanan maupun di kala menetap....
Begitulah  ia  mempermahir  dirinya dan ketajaman daya ingatnya untuk menghafal Hadits-hadits Rasulullah saw dan pengarahannya. Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul'Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan Hadits hadits, yang menyebabkan sebagian shahabatnya merasa heran sambil bertanya-tanya di dalam hati, dari mana datangnya hadits-hadits ini, kapan didengarya dan diendapkannya dalam ingatannya ....
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan kecurigaan ini, dan menghapus keragu-raguan yang menulari putra shahabatnya, maka katanya: "Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan Hadits dari Nabi saw.... Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tak ada menceritakan hadits-hadits itu…..? Ketahuilah, bahwa shahabat-sahahabatku orang-orang Muhajirin itu, sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar, sedang shahabat-shahabatku orang-orang Anshar sibuk degan tanah pertanian mereka…..Sedang  aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain absen ...dan aku selalu ingat seandainya mereka lupa karena kesibukan...
Dan Nabi saw. pernah berbicara kepada kami di suatu hari, kata beliau:
"Siapa yang membentangkan sorbannya hingga selesai pembicraanku, kemudian ia meraihnya ke dirinya, maka ia takkan  terlupa  akan suatu pun dari apa yang  telah didengarya dari padaku,.. !"
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar daripadanya ... ! Demi Allah kalau tidaklah karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan kukabarkan kepada kalian sedikit jua pun! Ayat itu ialah:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para pengutuk (Malaikat-malaikat) ….. !"
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw.
Yang pertama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai Nabi lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin kuat....
Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya.  Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalaiannya ... !
Oleh sebab itulah ia harus saja memberitakan, tak suatupun yang menghalanginya dan tak seorang pun boleh melarangnya ... hingga pada suatu hari Amirul Mu'minin Umar berkata kepadanya: "Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari  Rasulullah!  Bila tidak, maka akan  kukembalikan  kau ke tanah Daus... !" (yaitu tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan  dari.suatu pandangan yang dianut oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca dan menghafalkan yang lain, kecuali al-quran sampai ia melekat dan mantap dalam hati sanubari dan pikiran….
Al-quran adalah kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan kamus lengkapnya dan terlalu banyaknya' cerita tentang Rasulullah saw. teristimewa lagi pada tahun-tahun menyusul wafatnya Nabi saw., saat sedang dihimpunnya Al-Quran, dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan campur-baur yang tidak berguna dan tak perlu terjadi ... !
Oleh karena ini, Umar berpesan: "Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia adalah kalam Allah…"'·. Dan katanya lagi : "Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang mengenai amal perbuatannya!"
Dan sewaktu beliau mngutus Abu Musa al-Asy'ari ke Irak ia berpesan,kepadanya: -- 'Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan al-quran seperti suara lebah. maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda binbangkan merek adengan hadits-hadits, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini….!"
Al-qur'an sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga terjamin keasliannya tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya….. Adapun hadits, maka umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah SAW dan merugikan Agama Islam…..
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya berupa Hadits yang pemah didengar dan ditangkapnya tetap saja disampaikan dan dikatakannya....
******
Hanya terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu Hurairah ini, karena seringnya ia bercerita dan banyaknya Haditsnya yaitu adanya tukang hadits yang lain yang menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw. dengan menambah-nambah dan melebih-lebihkan hingga para shahabat tidak merasa puas terhadap sebagian besar dari Hadits-haditsnya. Orang itu namanya Ka'ab al-ahbaar, seorang Yahudi yang masuk Islam.
*****
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal dari Abu hurairah. Maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk mengabarkan hadits-hadits  dari Rasusullah saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya  Abu  Hurairah kembali dan dimintanya membacakan lagi Hadits-hadits yang dulu itu yang telah  ditulis sekretarisnya. Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu Hurairah walau agak sepatah kata pun ……..!
Ia berkata tentang dirinya: -- "Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadits dari padaku, kecuali Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak ..; ". Dan Imam Syafi'i mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu Hurairah: -- "la seorang yang paling banyak hafal di antara seluruh perawi Hadits sesamanya". Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: --"Ada delapan  ratus orang atau lebih dari shahabat tabi'in dan ahli ilmu yang meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah".
Demikianlah Abu hurairah tak ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kelestarian dan keabadiannya ....
Abu Wuiairah termasuk orang ahli ibadat yang mendekatkan diri kepada Allah, selalu melakukan ibadat bersama isterinya dan anak-anaknya semalam-malaman secara bergiliran; mula-mula ia berjaga sambil shalat sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam dan sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh puterinya... " Dengan demikian, tak ada satu saat pun yang berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung di sana ibadat, dzikir dan shalat!
Karena keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai Rasul saw. ia pernah menderita kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Dan pernah ia menceritakan kepada kita bagaimana rasa lapar telah menggigit-gigit perutnya, maka diikatkannya batu dengan surbannya ke perutnya dan ditekannnya ulu hatinya dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di mesjid rambil menggeliat-geliat kesakitan hingga sebagian sahabat menyangkanya ayan, padahal sama sekali bukan .. .!
Semenjak ia menganut Islam tak ada yang memberatkan dan menekan perasaan Abu Huraiiah dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali satu masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah itu ialah mengenai ibunya, karena waktu itu ia menolak untuk masuk Islam .... Bukan hanya sampai di sana saja, bahkan ia menyakitkan perasaannya dengan menjelek-jelekkan Rasulullah di depannya…
Pada suatu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan bagi Abu Hurairah tentang Rasulullah saw., hingga ia tak dapat menahan tangisnya dikarenakan sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul....Marilah kita dengarkan ia menceritakan lanjutan berita kejadian itu sebagai berikut:
Sambil menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu kataku: --''Ya Rasulallah, aku telah meminta ibuku masuk islam, Ajaranku itu ditolaknya, dan hari ini aku pun baru saja, memintanya masuk Islam. Sebagai jawaban ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap diri Anda. Karenanya mohon anda du'akan kepada Allah kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada Islam…."
Maka Rasulullah saw. berdu'a: "Ya Alloh tunjukkilah ibu Abu Hurairah!"
Aku pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan kabar gembira tentang du'a Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu, kudapati pintu itu terkunci. Dari luar kedengaran hunyi gemercik air, dan suara ibu memanggilku: "Hai Abu Hurairah, tunggulah ditempatmu itu... !"
Di waktu ibu keluar ia memakai baju kurungnya, dan membalutkan selendangnya sambil mengucapkan: "Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan  'abduhu wa Rasuluh
Aku pun segera berlari menemui Rasulullah raw. sambil menangis karena gembira, sebagaimana dahulu aku menangis karena berduka, dan kataku padanya: "Kusampaikan kabar suka ya Rasulallah, bahwa Allah telah mengabullkan du'a anda ..., Allah telah menunjuki ibuku ke dalam islam ... ". Kemudian kataku pula: "Ya Rasulallah, mohon anda du'akan kepada Allah, agar aku dan ibuku dikasihi oleh orang-orang Mu'min, baik laki-laki maupun perempuan!" Maka Rasul berdu'a: "Ya Allah,  mohon  engkau jadikan hambu-Mu  ini beserta ibunya dikasihi oleh sekalian orang-orang Mumin, laki-laki dan perempuan ...!"
*****
Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang mujahid ... tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari ibadat. Di zaman Umar bin Khatthab ia diangkat sebagai amir untuk daerah Bahrain, sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya.  Apabila ia mengangkat seseorang sedang ia mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya nanti haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga…… malah lebih utama kalau ia hanya memiliki satu pasang saja! Apabila waktu meninggalkan jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar, sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara'! Suatu dunia lain …. Yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumkan… Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui oleh Umar, maka iapun dipanggilnya datang ke Madinah…...Dan mari kita dengarkan Abu Hurairah, memaparkan soal jawab ketus yang berlangsung antaranya dengan Amirul Mu'minin Umar: -- Kata Umar: - "Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah  mencuri harta Allah?'· Jawabku;.  "Aku bukan musuh Allah dan tidak pula musuh kitab-Nya ._.hanya aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah . . !'·- Dari mana,kau peroleh sepuluh ribu itu? -- Kuda kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan ....   Kembalikan harta itu ke perbendaharaan negara (baitul maal)... !
Abu Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdu'a: "Ya Allah, ampunilah Amirul Mu'minin
Tak selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi ditolaknya dan dimintanya maaf  karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya: -- "Kenapa, apa sebabnya?" Jawab Abu Hurairah: "Agar kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul... !"
Kemudian katanya lagi: "Dan aku takut menghukum tanpa ilmu dan bicara tanpa belas kasih ... !"
Pada suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu dengan Allah .... Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendu'akannya cepat sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohan kepada Allah dengan berkata: "Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu,
Semoga Engkau pun demikian ... !" Dalam usia 78 tahun, tahun yang ke-59 Hijriyah ia pun berpulang ke rahmatullah.
Di sekeliling orang-orang shaleh penghuni pandam pekuburan Baqi', di tempat yang beroleh berkah, di sanalah jasadnya dibaringkan ... ! Dan sementara orang-orang yang mengiringkan jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tiada henti-hentinya membaca Hadits yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari Rasul yang mulia……..
Salah seorang di antara mereka yang baru masuk islam bertanya kepada temannya: "Kenapa syekh kita yang telah berpulang ini diberi gelar Abu Hurairah (bapak kucing)? Tentutemannya yang telah mengetahui akan menjawabnya: ·'Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi, dan tatkala ia memeluk Islam, ia diberi nama oleh Rasul dengan Abdurrahman. Ia sangat penyayang kepada binatang dan mempunyai seekor kucing, yang
selalu diberinya makan, digendongnya, dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu menyertainya seolah-olah bayang bayangnya. Inilah sebabnya ia diheri gelar "Bapak Kucing", moga-moga Allah ridla kepadanya dan menjadikannya ridla kepada Allah……..!